Kamis, 31 Oktober 2013

Manfaat Tempe untuk mencegah Hipertens

Beberapa makanan asli Indonesia, seperti tempe, telah terbukti dapat mencegah masalah gizi ganda (akibat kekurangan dan kelebihan gizi) beserta berbagai penyakit yang menyertainya, baik infeksi maupun degeneratif. Penelitian mengenai kadar gizi tempe serta potensinya sebagai antibakteri, antioksidan, antidiare, dan penurun kolesterol, relatif sudah banyak dilakukan. Hasil penelitian terbaru menunjukkan bahwa tempe dapat juga digunakan untuk mencegah timbulnya hipertensi.
Tempe dapat dikonsumsi dalam tiga bentuk utama, yaitu bentuk generasi I, II dan III. Pada generasi I, tempe umumnya dikonsumsi secara tradisional dalam bentuk keripik, bacem, lodeh, atau sambal goreng. Tempe generasi II umumnya berbentuk tepung yang dapat digunakan sebagai kandungan pangan yang berguna untuk meningkatkan kadar gizi dan serat, sebagai pengawet alami, dan untuk menanggulangi diare pada anak-anak.
Tempe juga dapat diolah dalam bentuk generasi III, yaitu sebagai konsentrat protein, isolat protein, peptida, serta komponen bioaktif lainnya. Di masa depan, hasil olahan tempe generasi III ini tampaknya akan memiliki prospek yang sangat cerah, baik untuk kebutuhan medis maupun gizi.
Akhir-akhir ini banyak peneliti (terutama di Jepang) yang menaruh minat terhadap cara mencegah timbulnya hipertensi dengan memanfaatkan komponen aktif yang terdapat di dalam bahan pangan. Salah satu komponen aktif yang saat ini mendapat perhatian utama adalah peptida hasil penguraian protein oleh enzim protease.
Beberapa peptida yang terdapat di dalam tempe memiliki sifat sebagai penghambat kerja ACE, sehingga proses pengubahan angiotensin I menjadi angiotensin II menjadi terhambat. Rendahnya konsentrasi angiotensin II inilah yang berkontribusi terhadap pencegahan timbulnya hipertensi.
Cara terbaik untuk mengoptimalkan khasiat tempe bagi tubuh kita adalah dengan mengonsumsinya setiap hari dalam jumlah yang cukup berarti. Semboyan "tiada hari tanpa tempe" perlu digalakkan di setiap rumah tangga. Variasi penggunaan tempe dalam berbagai resep masakan perlu dilakukan untuk menghindari kebosanan terhadap menu yang sama Tekanan darah tinggi atau hipertensi adalah kondisi medis di mana terjadi peningkatan tekanan darah secara kronis (dalam jangka waktu lama). Penderita yang mempunyai sekurang-kurangnya tiga bacaan tekanan darah yang melebihi 140/90 mmHg saat istirahat diperkirakan mempunyai keadaan darah tinggi. Tekanan darah yang selalu tinggi adalah salah satu faktor risiko untuk stroke, serangan jantung, gagal jantung dan aneurisma arterial, dan merupakan penyebab utama gagal jantung kronis.

Penyebab hipertensi

Hipertensi berdasarkan penyebabnya dibagi menjadi 2 jenis :
  1. Hipertensi primer atau esensial adalah hipertensi yang tidak / belum diketahui penyebabnya (terdapat pada kurang lebih 90 % dari seluruh hipertensi).
  2. Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang disebabkan/ sebagai akibat dari adanya penyakit lain.
Hipertensi primer kemungkinan memiliki banyak penyebab; beberapa perubahan pada jantung dan pembuluh darah kemungkinan bersama-sama menyebabkan meningkatnya tekanan darah. Jika penyebabnya diketahui, maka disebut hipertensi sekunder. Pada sekitar 5-10% penderita hipertensi, penyebabnya adalah penyakit ginjal. Pada sekitar 1-2%, penyebabnya adalah kelainan hormonal atau pemakaian obat tertentu (misalnya pil KB).
Penyebab hipertensi lainnya yang jarang adalah feokromositoma, yaitu tumor pada kelenjar adrenal yang menghasilkan hormon epinefrin (adrenalin) atau norepinefrin (noradrenalin). Kegemukan (obesitas), gaya hidup yang tidak aktif (malas berolah raga), stres, alkohol atau garam dalam makanan; bisa memicu terjadinya hipertensi pada orang-orang memiliki kepekaan yang diturunkan. Stres cenderung menyebabkan kenaikan tekanan darah untuk sementara waktu, jika stres telah berlalu, maka tekanan darah biasanya akan kembali normal.
Beberapa penyebab terjadinya hipertensi sekunder:
  1. Penyakit Ginjal
    • Stenosis arteri renalis
    • Pielonefritis
    • Glomerulonefritis
    • Tumor-tumor ginjal
    • Penyakit ginjal polikista (biasanya diturunkan)
    • Trauma pada ginjal (luka yang mengenai ginjal)
    • Terapi penyinaran yang mengenai ginjal
  2. Kelainan Hormonal
  3. Obat-obatan
  4. Penyebab Lainnya
    • Koartasio aorta
    • Preeklamsi pada kehamilan
    • Porfiria intermiten akut
    • Keracunan timbal akut.
Menggali Potensi Tempe sebagai Penurun Tekanan Darah PDF Cetak Surel PERUBAHAN pola makan yang menjurus ke konsumsi makanan siap santap yang mengandung lemak, protein, dan garam tinggi namun rendah serat, memicu berkembangnya penyakit degeneratif seperti jantung, diabetes mellitus, aneka kanker, osteoporosis, dan hipertensi (tekanan darah tinggi).
Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga 1995 menunjukkan prevalensi hipertensi di Indonesia cukup tinggi, 83 per 1.000 anggota rumah tangga, dimana umumnya perempuan lebih banyak menderita hipertensi dibanding pria dan prevalensi di daerah luar Jawa-Bali lebih besar dibanding Jawa-Bali. Hal tersebut terkait erat dengan pola makan, dimana konsumsi garam umumnya tinggi di luar Jawa dan Bali.
Makanan asli Indonesia seperti tempe, telah terbukti dapat mencegah masalah gizi ganda (akibat kekurangan dan kelebihan gizi) beserta berbagai penyakit yang menyertainya, baik penyakit infeksi maupun penyakit degeneratif.
Penelitian mengenai kadar gizi tempe serta potensinya sebagai antibakteri, antioksidan, antidiare dan penurun kolesterol, relatif sudah banyak dilakukan. Namun, kaitannya dengan tekanan darah belum banyak terungkap. Beberapa literatur menyatakan, tempe dapat mencegah hipertensi, tetapi penyebab danmekanisme reaksi belum diketahui. Tempe dikonsumsi dalam tiga bentuk utama yaitu generasi I, II dan III.
Pada generasi I tempe dikonsumsi secara tradisional dalam bentuk keripik, bacem, atau sambal goreng tempe. Tempe generasi II berbentuk tepung yang dapat digunakan sebagai ingredien pangan untuk meningkatkan kadar gizi dan serat, pengawet alami, dan menanggulangi diare pada anak-anak.
Pada generasi III tempe diolah sebagai konsentrat protein, isolat protein, peptida, serta komponen bioaktif lainnya. Di masa depan, hasil olahan tempe generasi III tampaknya akan berprospek sangat cerah untuk kebutuhan medik maupun gizi.
Akhir-akhir ini banyak peneliti (terutama Jepang) berminat pada cara pencegahan hipertensi dengan memanfaatkan komponen aktif dalam bahan pangan. Salah satu komponen aktif yang mendapat perhatian utama adalah peptida hasil penguraian protein oleh enzim protease.
Beberapa peptida penurun tekanan darah telah berhasil diisolasi dari berbagai bahan pangan sumber protein, seperti kasein, kedelai, jagung, kecap, ikan, dan lain-lain. Walaupun aktivitas peptida-peptida tersebut masih lebih rendah dari obat penurun tekanan darah komersial (seperti captopril dan enalapril),
penemuan tersebut telah memberi arti yang sangat penting dari segi medis, terutama karena bersumber dari bahan alami yang aman untuk dikonsumsi.
Hipertensi
Penyakit hipertensi sering disebut the silent disease karena seseorang umumnya tidak mengetahui dirinya menderita hipertensi, sebelum memeriksakan tekanan darahnya. Penyakit ini dikenal juga sebagai heterogenous group of disease, karena dapat menyerang siapa saja dari berbagai kelompok umur dan kelompok sosial-ekonomi.
Hipertensi dapat dikelompokkan dalam dua kategori besar, yaitu hipertensi primer dan hipertensi sekunder. Hipertensi primer belum diketahui penyebabnya dengan jelas. Berbagai faktor diduga turut berperan sebagai penyebab hipertensi primer, seperti bertambahnya umur, stres psikologis, dan hereditas (keturunan). Sekitar 90% pasien hipertensi diperkirakan termasuk dalam kategori ini. Golongan kedua adalah hipertensi sekunder yang penyebabnya telah pasti, misalnya ginjal yang tidak berfungsi, pemakaian oral kontrasepsi, dan terganggunya keseimbangan hormon.
Faktor pemicu hipertensi dapat dibedakan atas faktor yang tidak dapat dikontrol (seperti keturunan, jenis kelamin dan umur) dan faktor yang dapat dikontrol (seperti kegemukan, kurang olahraga, merokok, konsumsi alkohol dan konsumsi garam). Dengan demikian, sesungguhnya hipertensi dapat dicegah dengan pengaturan pola makan dan aktivitas fisik yang cukup.
Secara umum, seseorang dikatakan menderita hipertensi jika tekanan darah sistolik/diastoliknya melebihi 140/90 mmHg (normalnya adalah 120/80 mmHg). Tekanan darah sistolik adalah tekanan darah pada saat jantung memompa darah ke dalam pembuluh nadi (saat jantung mengkerut). Tekanan darah diastolik adalah tekanan darah pada saat jantung mengembang dan menyedot darah kembali (pembuluh nadi mengempis kosong).
Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya angiotensin II dari angiotensin I oleh angiotensin I-converting enzyme (ACE). ACE memegang peranan fisiologis penting dalam mengatur tekanan darah (lihat Gambar). Darah mengandung angiotensinogen yang diproduksi hati, yang oleh hormon rennin (diproduksi oleh ginjal) akan diubah menjadi angiotensin I (dekapeptida yang tidak aktif). Oleh ACE yang terdapat di paru-paru, angiotensin I diubah menjadi angiotensin II (oktapeptida yang sangat aktif). Angiotensin II inilah yang memiliki peranan kunci dalam menaikkan tekanan darah melalui dua aksi utama.
Aksi pertama adalah meningkatkan sekresi hormon antidiuretik (ADH) dan rasa haus. ADH diproduksi di hipotalamus (kelenjar pituitari) dan bekerja pada ginjal untuk mengatur osmolalitas dan volume urin. Dengan meningkatnya ADH, sangat sedikit urin yang diekskresikan ke luar tubuh (antidiuresis) sehingga urin menjadi pekat dan tinggi osmolalitasnya. Untuk mengencerkan, volume cairan ekstraseluler akan ditingkatkan dengan cara menarik cairan dari bagian instraseluler. Akibatnya volume darah meningkat sehingga meningkatkan tekanan darah.
Aksi kedua adalah menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal. Aldosteron merupakan hormon steroid yang berperan penting pada ginjal. Untuk mengatur volume cairan ekstraseluler, aldosteron akan mengurangi ekskresi NaCl (garam) dengan cara mereabsorpsinya dari tubulus ginjal. Naiknya konsentrasi NaCl akan diencerkan kembali dengan cara meningkatkan volume cairan ekstraseluler yang pada gilirannya akan meningkatkan volume dan tekanan darah.
Apresiasi masyarakat terhadap tempe perlu ditingkatkan dengan penyuluhan kandungan gizi dan khasiat medisnya. Semakin meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap kesehatan dan semakin dikenalnya khasiat dan keunggulan tempe, meningkatkan peluang konsumsi tempe di masa mendatang.
Hasil penelitian kami (Astawan et al, 1998) yang didanai oleh proyek Riset Unggulan Terpadu (RUT) dari Kantor Menteri Negara Riset dan Teknologi menunjukkan, hidrolisat tempe berpotensi menurunkan tekanan darah pada tikus percobaan yang mengalami hipertensi. Perlakuan utama pada penelitian itu adalah pengaruh jenis inokulum dan lama waktu fermentasi kedelai terhadap aktivitas penurunan tekanan darah tempe yang diuji dengan tikus jenis SHR (spontaneously hypertensive rats).
Terdapat tiga jenis kultur dalam pembuatan tempe, yaitu kultur campuran, kultur murni, dan kultur murni campuran. Pada kultur campuran (yang sering dikenal sebagai laru pasar), selain mengandung kapang juga mengandung bakteri dan khamir. Kultur murni hanya mengandung satu jenis mikroorganisme, misalnya Rhizopus oligosporus. Campuran dua atau tiga kultur murni adalah kultur murni campuran.
Enzim protease yang dihasilkan oleh kapang selama proses fermentasi kedelai menjadi tempe akan menguraikan protein (polipeptida) menjadi peptida-peptida yang lebih pendek dan asam amino bebas. Beberapa dari peptida yang dihasilkan tersebut (terutama yang terdiri dari 5-10 asam amino) dapat berperan sebagai penurun tekanan darah, melalui suatu aksi penghambatan terhadap kerja angiotensin I converting enzyme (ACE).
Dengan adanya peptida yang bersifat sebagai penghambat ACE (ACE inhibitor), maka kerja ACE dalam mengubah angiotensin I menjadi angiotensin II akan terganggu sehingga tekanan darah dapat diturunkan (lihat Gambar).
Dari hasil penelitian kami, diketahui bahwa kultur campuran (laru pasar) menghasilkan tempe dengan potensi hipotensif (penurun tekanan darah) lebih besar dibandingkan kultur murni Rhizopus oligosporus NRRL 2710. Dengan demikian tempe yang dibuat secara tradisional oleh para pengrajin tempe Indonesia bersifat lebih menguntungkan dibandingkan tempe yang dibuat di luar negeri yang umumnya menggunakan kultur murni.
Dari penelitian kami diketahui bahwa waktu fermentasi kedelai terbaik untuk menjadi tempe dengan khasiat penurun tekanan darah yang terbaik adalah 36 jam. Fermentasi yang melebihi 36 jam, menyebabkan enzim protease tidak hanya menghidrolisis protein menjadi peptida, tetapi juga menjadi asam amino bebas dan amonia yang tidak memiliki aktivitas sebagai ACE inhibitor.
Dampak pemberian ransum yang mengandung tepung tempe (43 persen dari total ransum) dibandingkan dengan kontrol (kasein) selama 21 hari percobaan terhadap tikus hipertensi menunjukkan bahwa pemberian ransum tempe mampu menurunkan tekanan darah sistolik sebesar 46 poin (24 persen penurunan) dan tekanan darah diastolik sebesar 37 poin (23 persen penurunan).
Walaupun penelitian ini dilakukan dengan menggunakan tikus hipertensi, namun hasilnya dapat diekstrapolasikan ke manusia. Artinya hal yang sama juga dapat terjadi pada manusia, tetapi tentu saja dengan dosis dan lama waktu yang berbeda. Informasi dari penelitian ini hanyalah merupakan informasi awal bahwa tempe memiliki aktivitas hipotensif bagi penderita hipertensi.
Cara terbaik untuk mengoptimalkan khasiat tempe bagi tubuh kita, adalah dengan mengonsumsinya setiap hari dalam jumlah yang cukup berarti. Variasi penggunaan tempe dalam berbagai resep masakan perlu dilakukan untuk menghindari kebosanan terhadap menu yang sama.
Agar dapat digunakan secara lebih praktis, maka jenis peptida penurun tekanan darah yang terdapat pada tempe dapat diisolasi dan dimurnikan. Selanjutnya, komponen aktif yang diperoleh dapat diolah dalam bentuk tablet atau kapsul yang dapat digunakan sebagai food supplement. Untuk itu diperlukan teknologi dan dana investasi yang cukup besar

Tidak ada komentar:

Posting Komentar